Sabtu, 05 Oktober 2013

Halal dan Haram dalam Islam

Persoalan halal dan haram dalam islam kadang mudah dipahami dan juga kadang sulit dimengerti. Menjadi mudah ataupun sulit dikarenakan oleh peneliti islam zaman sekarang mungkin bisa disebut terbagi menjadi 2 golongan yaitu golongan yang terlalu berpihak pada barat, maupun golongan yang terlalu kaku sehingga banyak yang melupakan Al Quran dan Hadist. Golongan pertama ini menganggap bahwa apa yg diharaman oleh barat berarti diharamkan oleh islam, dan yang dihalalkan oleh barat berarti dihalalkan oleh islam. Golongan yang kedua adalah orang yang terlalu kaku dalam menilai halal dan haram, apa-apa yang tertulis di buku-buku / kitab-kitab berarti itu islam, pemikirannya tidak bisa menerima perubahan sedikitpun. Hal inilah yang pada akhirnya membuat kita menjadi kebingungan dalam menentukan antara halal dan haram.
“Kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan membawa rahmat bagi segenap makhluk.” (Al Anbiya : 107)
Kita harus yakin bahwa apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah bertujuan untuk kebaikan umat manusia. Oleh karena itu kita harus memulai kembali dari Al Quran dan As Sunnah agar kita tidak tersesat.
Beberapa pokok penting yang harus kita perhatikan adalah :
1. .Asal Segala Sesuatu adalah Mubah.
“Dialah zat yang menjadikan untuk kamu segala sesuatu yang ada di bumi ini semuanya.” (Al Baqarah : 29)
“Rasulullah SAW. Pernah ditanya tantang hukumnya samin, keju, dan kedelai hutan, maka jawab Beliau : Apa yang disebut halal ialah sesuatu yang Allah halalkan dalam kitabNya, dan yang disebut haram ialah sesuatu yang Allah haramkan dalam kitabNya; sedang apa yang Ia diamkan, maka itu salah satu yang Allah maafkan untuk kamu.”(riwayat Turmudzi dan Ibnu Majah)
Dengan demikian karena haram dalam syariat Allah sebenarnya sangat sempit, kenapa kita masih juga melaksanakan yang haram tersebut. Rasulllah juga tidak ingin menjawab semua pertanyaan satu-persatu, tetapi Beliau ingin mengembalikan itu semua kepada kaidah kaidah yang baik.
Bedakan hal ini semua dengan ibadah. Ibadah tidak boleh kita menganggap semata mata boleh karena ibadah mencakup permasalahan syariat.
1. Menentukan halal dan haram semata-mata Hak Allah.
“Katakanlah ! Apakah kamu mengetahui sesuatu yang telah diturunkan untuk kamu berupa rezeki, kemudian kamu jadikan sebagiannya halal dan haram? Katakanlah apakah Allah telah memberikan izin kepadamu ataukah memang kamu hendak berdusta atas nama Allah?” (Yunus : 59)
2. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan syirik.
(Al Araf : 32-33)
3. Mengharamkan yang halal akan berakibat timbulnya kejahatan dan bahaya.
4. Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram.
Allah tidak serta merta mengharamkan sesuatu tetapi Allah memberikan penggantinya. Sutera yang diharamkan untuk laki laki, Allah berikan pengganti yang banyak seperti wool, katun, dll. Allah telah haramkan zina, tetapi Allah berikan penggantinya yaitu pernikahan. Dan masih banyak contoh lainnya.
5. Apa saja yang membawa haram adalah haram.
Salah satu prinsip yang diakui islam ialah apabila islam telah mengharamkan sesuatu, maka wasilah dan cara apapun yang dapat membawa pada perbuatan haram hukumnya adalah haram. Karena islam mengharamkan zina, maka yang membawa pada zina adalah haram seperti berdua-duaan, foto telanjang, dll.
6. Bersiasat pada yang haram, hukumnya adalah haram.
Contohnya adalah ketika orang-orang yahudi diharamkan untuk berburu pada hari sabtu, mereka bersiasat, pada jumat mereka menggali parit agar binatang buruannya bisa terperangkap dan hari ahad diambil hasil buruannya. Hal ini karena niatnya ingin berburu. Selain itu juga mengganti nama yang haram dengan nama lain tetap tidak mengubah status haramnya.
“akan datang suatu masa dimana manusia menganggap halal riba dengan nama jual-beli.”
7. Niat baik tidak dapat melepaskan yang haram.
Sabda Rasul :
“Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik pula.”
Islam tidak membenarkan prinsip yang disebut al-Ghayah tubirrul wasilah (tujuan menghalalkan segala cara).
“siapa mengumpulkan uang dari jalan yang haram kemudian dia sedekahkan harta itu, sama sekali dia tidak akan memperoleh pahala,bahkan dosanya akan menimpa dia.” (riwaya Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim)
8. Menjauhkan diri dari syubhat karena takut terlibat dalam haram.
Diantara halal dan haram terdapat hal hal yang tasyabbuh (tidak jelas) yaitu syubhat. Terhadap persoalan ini, islam telah memberikan suatu garis yaitu wara (berhati-hati). Dengan garis ini, orang muslim seharusnya menjauh dari syubhat agar tidak terdorong pada perbuatan haram.cara seperti ini disebut saddudz dzari’ah (menutup jalan berbuat maksiat).
“yang halal sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, di antara keduanya ada beberapa perkara yang belum jelas (syubhat), banyak orang yang tidak tahu apakah itu termasuk bagian yang halal atau bagian yang haram? Maka , siapa yang menjauhinya karena hendak membersihkan agama dan kehormatannya, dia akan selamat dan barang siapa mengerjakan sedikit pun darinyahampir-hampir ia terjatuh pada yang haram, sebagaimana orang yang menggembala kambing di sekitar daerah larangan, dia hampir-hampir akan jatuh kepadanya. Ingat pula, bahwa raja mempunyai daerah larangan. Ingat pula, bahwa daerah larangan Allah itu ialah semua yang diharamkan.” (riwayat Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi dan riwayat ini adalah lafal Tirmidzi)
9. Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang.
Tidak pernah ada halal untuk orang Arab dan haram untuk orang diluar Arab. Rasulullah bahkan bersabda :
“Demi Allah! Kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (riwayat Bukhari)
Bangsa yahudi pernah membuat hukum bahwa mengambil bunga (riba) kepada sesama yahudi diharamkan, tetapi kepada diluar yahudi diperbolehkan. Akan tetapi hal ini dilarang oleh Allah.
10. Keadaan yang terpaksa memperbolehkan yang terlarang
Islam sangat mengetahui bahwa manusia itu lemah dan tidak luput dari kesalahan dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, daerah haram yang sempit pun masih diperbolehkan asalkan dalam keadaan tidak sengaja dan tidak berlebihan.
“lalu siapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka tiada berdosa atasnya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Belas-kasih.” (Al Baqarah : 173)
Dalam ikatan ini, para ulama ahli fiqih menetapkan suatu prinsip lain, yaitu adh-dharuratu tuqaddaru biqadariha (darurat itu dikira-kirakan menurut ukurannya). Oleh karena itu, manusia bisa tunduk kepada keadaan darurat tetapi tidak menuruti nafsunya untuk terjatuh pada keadaan darurat. Manusia harus terus mengikatkan dirinya pada yang halal dan terus berusaha agar tidak tersentuh dengan yang haram.
Islam itu universal, Allah tidak ingin membuat kesulitan pada umatNya, akan tetapi manusialah yang tidak pernah puas dan selalu menuruti hawa nafsunya sehingga terjatuh ke dalam keharaman dan menganggap bahwa yang haram itu terlalu banyak.
“Allah tidak menghendaki untuk memberikan kamu sesuatu beban yang berat, tetapi Ia berkehendak untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya kepadamu supaya kamu berterima kasih.” (Al Maidah : 6)
Sebelas pokok penting diatas merupakan prinsip dasar yang pada akhirnya akan menentukan halal dan haram dalam seluruh lingkup kehidupan manusia. Sebelas pokok penting tersebut dijelaskan dalam bab 1 buku ini, sedangkan bab selanjutnya adalah terperinci pada penjelasan aspek lain seperti makanan, pekerjaan, pakaian, muamalah, tradisi, hiburan, dll. Berikut adalah beberapa ringkasan dalam berbagai apek dan untuk lebih terperinci daapat dilihat langsung pada bukunya.
Berikut ini adalah Ayat Al Quran dan Hadist nabi yang sangat penting untuk diketahui :
“Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas, kecuali yang dapat kamu sembelih dan ynag disembelih untuk berhala.” (Al Maidah : 3)
“Rasulullah SAW. Mengambil sutra, ia letakan di sebelah kanannya, dan ia mengambil emas kemudia diletakkan di ssebelah kirinya, lantas Ia berkata : kedua ini haram untuk orang laki-laki dari umatku.” (riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa’I, Ibnu Hibban, dan Ibnu Majah)
“Hai Nabi! Katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin semua hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya atas (muka-muka) mereka. Yang demikian itu lebih mendekati mereka untuk dikenal (sebagai perempuan baik-baik) supaya mereka tidak diganggu.” (Al Ahzab : 59)
“Maukah kamu saya terangkan sebesar-besar dosa besar –tiga kali- Mereka menjawab : Mau, ya Rasulullah! Maka bersabdalah Nabi, yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua –waktu itu beliau berdiri sambil bersandar, kemudian duduk, dan selanjutya bersabda : Ingatlah! Dan (termasuk dosa besar) adalah omongan dusta dan saksi dusta.” (riwayat Bukhari dan Muslim)
“Hai orang orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal dari riba jika kamu benar benar beriman. Apabila kamu tidak berbuat demikian, terimalah peperangan dari Allah dan RasulNya dan jika kamu tobat, maka bagiannya adalah pokok harta kamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizhalimi.” (Al Baqarah : 278-279)

0 komentar:

Posting Komentar