Persoalan
halal dan haram dalam islam kadang mudah dipahami dan juga kadang sulit
dimengerti. Menjadi mudah ataupun sulit dikarenakan oleh peneliti islam
zaman sekarang mungkin bisa disebut terbagi menjadi 2 golongan yaitu
golongan yang terlalu berpihak pada barat, maupun golongan yang terlalu
kaku sehingga banyak yang melupakan Al Quran dan Hadist. Golongan
pertama ini menganggap bahwa apa yg diharaman oleh barat berarti
diharamkan oleh islam, dan yang dihalalkan oleh barat berarti dihalalkan
oleh islam. Golongan yang kedua adalah orang yang terlalu kaku dalam
menilai halal dan haram, apa-apa yang tertulis di buku-buku /
kitab-kitab berarti itu islam, pemikirannya tidak bisa menerima
perubahan sedikitpun. Hal inilah yang pada akhirnya membuat kita menjadi
kebingungan dalam menentukan antara halal dan haram.
“Kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan membawa rahmat bagi segenap makhluk.” (Al Anbiya : 107)
Kita
harus yakin bahwa apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah bertujuan untuk
kebaikan umat manusia. Oleh karena itu kita harus memulai kembali dari
Al Quran dan As Sunnah agar kita tidak tersesat.
Beberapa pokok penting yang harus kita perhatikan adalah :
1. .Asal Segala Sesuatu adalah Mubah.
“Dialah zat yang menjadikan untuk kamu segala sesuatu yang ada di bumi ini semuanya.” (Al Baqarah : 29)
“Rasulullah
SAW. Pernah ditanya tantang hukumnya samin, keju, dan kedelai hutan,
maka jawab Beliau : Apa yang disebut halal ialah sesuatu
yang Allah halalkan dalam kitabNya, dan yang disebut haram ialah
sesuatu yang Allah haramkan dalam kitabNya; sedang apa yang Ia diamkan,
maka itu salah satu yang Allah maafkan untuk kamu.”(riwayat Turmudzi dan
Ibnu Majah)
Dengan
demikian karena haram dalam syariat Allah sebenarnya sangat sempit,
kenapa kita masih juga melaksanakan yang haram tersebut. Rasulllah juga
tidak ingin menjawab semua pertanyaan satu-persatu, tetapi Beliau ingin
mengembalikan itu semua kepada kaidah kaidah yang baik.
Bedakan
hal ini semua dengan ibadah. Ibadah tidak boleh kita menganggap semata
mata boleh karena ibadah mencakup permasalahan syariat.
1. Menentukan halal dan haram semata-mata Hak Allah.
“Katakanlah
! Apakah kamu mengetahui sesuatu yang telah diturunkan untuk kamu
berupa rezeki, kemudian kamu jadikan sebagiannya halal dan haram?
Katakanlah apakah Allah telah memberikan izin kepadamu ataukah memang
kamu hendak berdusta atas nama Allah?” (Yunus : 59)
2. Mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram sama dengan syirik.
(Al Araf : 32-33)
3. Mengharamkan yang halal akan berakibat timbulnya kejahatan dan bahaya.
4. Setiap yang halal tidak memerlukan yang haram.
Allah
tidak serta merta mengharamkan sesuatu tetapi Allah memberikan
penggantinya. Sutera yang diharamkan untuk laki laki, Allah berikan
pengganti yang banyak seperti wool, katun, dll. Allah telah haramkan
zina, tetapi Allah berikan penggantinya yaitu pernikahan. Dan masih
banyak contoh lainnya.
5. Apa saja yang membawa haram adalah haram.
Salah
satu prinsip yang diakui islam ialah apabila islam telah mengharamkan
sesuatu, maka wasilah dan cara apapun yang dapat membawa pada perbuatan
haram hukumnya adalah haram. Karena islam mengharamkan zina, maka yang
membawa pada zina adalah haram seperti berdua-duaan, foto telanjang,
dll.
6. Bersiasat pada yang haram, hukumnya adalah haram.
Contohnya
adalah ketika orang-orang yahudi diharamkan untuk berburu pada hari
sabtu, mereka bersiasat, pada jumat mereka menggali parit agar binatang
buruannya bisa terperangkap dan hari ahad diambil hasil buruannya. Hal
ini karena niatnya ingin berburu. Selain itu juga mengganti nama yang
haram dengan nama lain tetap tidak mengubah status haramnya.
“akan datang suatu masa dimana manusia menganggap halal riba dengan nama jual-beli.”
7. Niat baik tidak dapat melepaskan yang haram.
Sabda Rasul :
“Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik pula.”
Islam tidak membenarkan prinsip yang disebut al-Ghayah tubirrul wasilah (tujuan menghalalkan segala cara).
“siapa
mengumpulkan uang dari jalan yang haram kemudian dia sedekahkan harta
itu, sama sekali dia tidak akan memperoleh pahala,bahkan dosanya akan
menimpa dia.” (riwaya Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim)
8. Menjauhkan diri dari syubhat karena takut terlibat dalam haram.
Diantara halal dan haram terdapat hal hal yang tasyabbuh (tidak jelas) yaitu syubhat. Terhadap persoalan ini, islam telah memberikan suatu garis yaitu wara
(berhati-hati). Dengan garis ini, orang muslim seharusnya menjauh dari
syubhat agar tidak terdorong pada perbuatan haram.cara seperti ini
disebut saddudz dzari’ah (menutup jalan berbuat maksiat).
“yang
halal sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, di antara keduanya
ada beberapa perkara yang belum jelas (syubhat), banyak orang yang tidak
tahu apakah itu termasuk bagian yang halal atau bagian yang haram? Maka
, siapa yang menjauhinya karena hendak membersihkan agama dan
kehormatannya, dia akan selamat dan barang siapa mengerjakan sedikit pun
darinyahampir-hampir ia terjatuh pada yang haram, sebagaimana orang
yang menggembala kambing di sekitar daerah larangan, dia hampir-hampir
akan jatuh kepadanya. Ingat pula, bahwa raja mempunyai daerah larangan.
Ingat pula, bahwa daerah larangan Allah itu ialah semua yang
diharamkan.” (riwayat Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi dan riwayat ini
adalah lafal Tirmidzi)
9. Sesuatu yang haram berlaku untuk semua orang.
Tidak pernah ada halal untuk orang Arab dan haram untuk orang diluar Arab. Rasulullah bahkan bersabda :
“Demi Allah! Kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad yang mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (riwayat Bukhari)
Bangsa
yahudi pernah membuat hukum bahwa mengambil bunga (riba) kepada sesama
yahudi diharamkan, tetapi kepada diluar yahudi diperbolehkan. Akan
tetapi hal ini dilarang oleh Allah.
10. Keadaan yang terpaksa memperbolehkan yang terlarang
Islam
sangat mengetahui bahwa manusia itu lemah dan tidak luput dari
kesalahan dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, daerah haram yang
sempit pun masih diperbolehkan asalkan dalam keadaan tidak sengaja dan
tidak berlebihan.
“lalu
siapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati
batas, maka tiada berdosa atasnya karena sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Belas-kasih.” (Al Baqarah : 173)
Dalam ikatan ini, para ulama ahli fiqih menetapkan suatu prinsip lain, yaitu adh-dharuratu tuqaddaru biqadariha
(darurat itu dikira-kirakan menurut ukurannya). Oleh karena itu,
manusia bisa tunduk kepada keadaan darurat tetapi tidak menuruti
nafsunya untuk terjatuh pada keadaan darurat. Manusia harus terus
mengikatkan dirinya pada yang halal dan terus berusaha agar tidak
tersentuh dengan yang haram.
Islam
itu universal, Allah tidak ingin membuat kesulitan pada umatNya, akan
tetapi manusialah yang tidak pernah puas dan selalu menuruti hawa
nafsunya sehingga terjatuh ke dalam keharaman dan menganggap bahwa yang
haram itu terlalu banyak.
“Allah
tidak menghendaki untuk memberikan kamu sesuatu beban yang berat,
tetapi Ia berkehendak untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmatNya kepadamu supaya kamu berterima kasih.” (Al Maidah : 6)
Sebelas
pokok penting diatas merupakan prinsip dasar yang pada akhirnya akan
menentukan halal dan haram dalam seluruh lingkup kehidupan manusia.
Sebelas pokok penting tersebut dijelaskan dalam bab 1 buku ini,
sedangkan bab selanjutnya adalah terperinci pada penjelasan aspek lain
seperti makanan, pekerjaan, pakaian, muamalah, tradisi, hiburan, dll.
Berikut adalah beberapa ringkasan dalam berbagai apek dan untuk lebih
terperinci daapat dilihat langsung pada bukunya.
Berikut ini adalah Ayat Al Quran dan Hadist nabi yang sangat penting untuk diketahui :
“Telah
diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang
disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati)
karena dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena
ditanduk, yang (mati) karena dimakan oleh binatang buas, kecuali yang
dapat kamu sembelih dan ynag disembelih untuk berhala.” (Al Maidah : 3)
“Rasulullah
SAW. Mengambil sutra, ia letakan di sebelah kanannya, dan ia mengambil
emas kemudia diletakkan di ssebelah kirinya, lantas Ia berkata : kedua
ini haram untuk orang laki-laki dari umatku.” (riwayat Ahmad, Abu Daud,
Nasa’I, Ibnu Hibban, dan Ibnu Majah)
“Hai
Nabi! Katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan
istri-istri orang mukmin semua hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya
atas (muka-muka) mereka. Yang demikian itu lebih mendekati mereka untuk
dikenal (sebagai perempuan baik-baik) supaya mereka tidak diganggu.” (Al
Ahzab : 59)
“Maukah
kamu saya terangkan sebesar-besar dosa besar –tiga kali- Mereka
menjawab : Mau, ya Rasulullah! Maka bersabdalah Nabi, yaitu menyekutukan
Allah, durhaka kepada orang tua –waktu itu beliau berdiri sambil
bersandar, kemudian duduk, dan selanjutya bersabda : Ingatlah! Dan
(termasuk dosa besar) adalah omongan dusta dan saksi dusta.” (riwayat
Bukhari dan Muslim)
“Hai
orang orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa
yang tertinggal dari riba jika kamu benar benar beriman. Apabila kamu
tidak berbuat demikian, terimalah peperangan dari Allah dan RasulNya dan
jika kamu tobat, maka bagiannya adalah pokok harta kamu, kamu tidak
boleh berbuat zalim juga tidak mau dizhalimi.” (Al Baqarah : 278-279)
0 komentar:
Posting Komentar