Sabtu, 05 Oktober 2013

Prinsip dan Teknik Pembelajaran Mufradat

1.
Prinsip-prinsip Pembelajaran Mufradat

Kekayaan Mufradat yang dimiliki oleh bahasa Arab termasuk sangat melimpah, bahkan mungkin paling banyak di antara bahasa-bahasa di dunia. Walaupun belum ada hasil penelitian yang menunjukkan mengenai jumlah pasti kosakata Arab, tetapi dapat dipastikan bahwa jumlahnya ribuan bahkan jutaan kata. Kamus Arab terbesar dan terlengkap, Lisan al-‘Arab karya Ibnu Manzhur itu terdiri dari 20 jilid tebal, tentunya memuat ratusan ribu derivasi dan kosakata.

Oleh karena tidak mungkin dan bahkan mustahil semua kosakata/Mufradat diajarkan,  maka diperlukan adanya prinsip-prinsip dalam pemilihan Mufradat. Dan seorang pakar menyebutkan ada tujuh prinsip dalam pemilihan Mufradat, (Hendra; 2006)yaitu :

a.
التواتُر ( Frekuensi). Kata yang frekuensi penggunaannya sering/banyak harus diprioritaskan untuk diajarkan daripada yang jarang digunakan. Contohnya : kata نَهْر  harus lebih diutamakan daripada kata تُرْعَة yang sama-sama berarti sungai, karena yang kedua jarang digunakan. Bahkan hanya kata نَهْر yang digunakan dalam Al-Qur’an.

b.
التوزّع أوالمدى (Range). Maksudnya, mengutamakan penggunaan kata-kata yang digunakan oleh banyak negara Arab daripada oleh sebuah negara Arab. Standar dan acuannya adalah Mu’jam al-Rashid al-Lughawy li al-thifl al-‘araby  yang disusun oleh ISESCO.

c.
المتاحية (Ketersediaan, availability). Maksudnya, kata yang dikuasai oleh seseorang ketika hendak digunakan lebih diutamakan daripada yang tidak diketahuinya. Misalnya kata جلس hampir pasti lebih dahulu diketahui dan dikuasai peserta didik daripada kata قعد  .

d.
الألفة (Familiar), maksudnya, kata yang lebih familiar (sering didengar dan  digunakan) harus diprioritaskan pembelajarannya daripada kata yang jarang dan langka, meskipun mempunyai kesamaan arti. Misalnya, kata شمس pasti lebih familiar bagi kita daripada kata ذُكاء .

e.
الشمول (Ketercakupan,coverage). Maksudnya, satu kata yang pengertiannya mencakup banyak hal perlu diprioritaskan daripada kata yang hanya dapat digunakan dalam satu bidang saja. Misalnya, kata بيت dan kata  منزيل. Kata بيت jelas lebih konprehensif daripada kata  منزيل , karena kata yang pertama  (بيت )mencakup berbagai bidang seperti ungkapan :بيتالابرة (البوصلة), بيت الأنكبوت, القصيدبيت ,اللهبيت , المالبيت, ......

f.
الأهمّية (Kepentingan, signifikance). Maksudnya, kata yang sedang diperlukan dan dianggap penting untuk diketahui dan digunakan harus lebih diprioritaskan daripada yang sedang tidak atau kurang dibutuhkan.

g.
العروبة (Kearaban). Maksudnya, kata yang berasal dari bahasa Arab sendiri harus lebih diutamakan daripada pinjaman atau yang diserap dan diarabkan. Contohnya : kata الهاتفlebih utama daripada التلفون , meskipun peserta didik lebih dahulu mengenal kata yang kedua (التلفون ). Dalam konteks ini, pendidik dapat menjelaskan ma’na kata yang pertama (الهاتف ) dengan menyebut kata yang kedua  (التلفون )  sebagai sinonimnya, sehingga pemahaman peserta didik menjadi lebih cepat dan mantap. Demikian pula kata-kata  المدياع,الحاسوب,الجوّال harus lebih diprioritaskan daripada kata-kata :  الراديو,الكومبيوتر,الموبيل
2.
Teknik Pembelajaran Mufradat 

Tidak jarang orang bertanya :”Berapa jumlah mufradat yang harus dikuasai (tidak harus dihapal) agar seseorang dapat lancar berkomunikasi lisan atau tulisan dengan bahasa Arab?” Sebagian pakar berpendapat bahwa pelajar tingkat dasar (pemula) cukup menguasai 750 – 1.000 kosakata, tingkat menengah 1.000 – 1.500 kosakata, dan tingkat lanjutan 1.500 – 2.000 kosakata. Pakar lain menyatakan bahwa mengajar anak dengan 2.000 – 2.500 kosakata pada tingkat dasar cukup untuk membuatnya mampu berkomunikasi dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan syarat mereka menguasai setruktur kata dan cara menggunakan kamus. Ada lagi yang berpendapat bahwa penguasaan 3.000 – 5.000 kosakata cukup untuk menjamin kelancaran dalam membaca berbagai karya tulis dalam berbagai bidang.

Terlepas dari perbedaan tersebut, proses pembelajaran Bahasa Arab, antara lain harus diarahkan pada pengembangan kosakata ( tanmiyat al-mufradat ) agar peserta didik memiliki perbendaharaan (modal kebahasaan) yang memadai, sehingga timbul keberanian untuk berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Kelemahan pelajar kita pada umumnya adalah kekurangan penguasaan kosakata.

Ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pembelajaran mufradat, khususnya dalam memperjelas makna kosakata, yaitu : metode kontekstual (السيّاقيّةالطريقة) dan metode non-kontekstual (الطريقة غيرالسيّاقيّة). (Matsna; 2004) Metode kontekstual dimaksudkan sebagai cara menjelaskan kosakata melalui kontekstualisasi kata dalam setruktur kalimat. Asumsinya adalah bahwa satu kata dalam bahasa Arab terkadang mempunyai banyak makna, sehingga agar makna difahami, makna kata itu harus diletakkan struktur kalimat secara kontekstual. Misalnya kata  فَتَحَ , maknanya tidak sekedar membuka secara fisik semata, tetapi juga berkonotasi mendirikan, memperoleh kemenangan, memudar, dan sebagainya. Perhatikan contoh kalimat berikut ini :

فتحالطالبالكتاب ·

فتحأحمدمتجرا ·

فتحاللهغليك ·

انّافتحنالكفتحامبينا ·

.فتحلونالقميصفصارأبيضبعدأنكاناصفر ·

Demikian pula, ketika menjelaskan makna harf min (مِنْ), pendidik perlu melakukan kontekstualisasi agar ragam makna min (مِنْ) dapat difahami dari konteks kalimatnya, baik yang berarti dari, sebagian/termasuk, maupun yang bermakna di dan karena.

Adapun Teknik/Langkah-langkah yang dapat ditempuh pendidik dalam menjelaskan makna mufradat, adalah sebagai berikut (Muhbib; 2004) :

1.
Menunjuk/memperlihatkan (اشارةأوابرازاشياء ) benda atau sesuatu yang langsung berhubungan dengan kosakata yang sedang diperkenalkan atau diajarkan, seperti kataكرسى  dengan menunjuk kursi yang ada dekat  pendidik atau yang sedang diduduki peserta didik; dan kata قلم sambil memperlihatkan pena pendidik atau memegang dan mengangkat pena peserta didik. Jika bendanya tidak mungkin dihadirkan, pendidik dapat menggunakan gambar, membuat sket, ilustrasi dan sebagainya. 

2.
Dramatisasi (تمثيلالمعنى). Dalam hal ini memperagakan “membuka buku” untuk menjelaskan makna kata kerja يفتح - فتح atau menulis pelajaran pada papan tulis untuk menjelaskan makna kata  يكتب - كتب .

3.
Bermain peranan (لعب الدور). Dalam hal ini pendidik dapat memainkan peran sesuai dengan kosakata yang hendak diajarkan. Misalnya, pendidik memerankan orang yang sedang merasa kesakitan, untuk menjelaskan kata يحسّ بألمatau menjelaskan ungkapan مريضأنا . 

4.
Menyebutkan antonim  ( ذكرالمتضادات). Misalnya, ketika menjelaskan kata ساخن , pendidik dapat menyebutkan antonimnya, yaitu بارد  .

5.
 
Menyebutkan sinonim  ( ذكرالمترادفات). Misalnya ketika menjelaskan kata صمصام, pendidik dapat menyebutkan sinonimnya, yaitu سيف.

6.
Memberikan asosiasi makna ( تداعيالمعاني). Ketika menjelaskan kata عائلة  pendidik dapat memberikan asosiasi dengan menyebutkan kata-kata seperti  زوج, زوجة, أولاد, شقيقأخ, ... . hal ini penting dilakukan agar pikiran peserta didik tertuju kepada suatu pengertian, yaitu keluarga.

7.
Menyebut akar kata dan devirasinya (ومشتقاتهاذكرأصل الكلمة). Ketika menjelaskan kata مكاتبة , pendidik dapat menunjukan akar kata berikut beberapa devirasi atau yang menjadi turunannya, seperti كتب, كتاب, كاتب, مكتوب, ..., sehingga peserta didik berusaha memahaminya sesuai dengan konteks kalimatnya.

8.
Menjelaskan maksud atau pengertian kata melalui definisi, ciri-ciri, dan sebagainya. Misalnya, ketika berusaha memahamkan maknaكنيسة , pendidik dapat menyetakan يعبد ويصلّي فيه النصارىمكان . pendidik dapat juga menyebut nama yang bagi peserta didik langsung dapat difahami, seperti : "ريفوبليكا" جريدة, "موناس"برج  , "بوروبودور"معبد , وغيرها 

9.
 
Meminta peserta didik membaca berulang kali, terutama ketika mendapat kosakata baru dalam sebuah teks. Dengan beberapa kali membaca dan menerka kata tertentu dalam teks itu, niscaya maknanya dapat difahami.

10.
 
Membuka dan mencari makna kata dalam kamus (القاموسالبحث في).

11.
Menterjemahkan langsung ke dalam bahasa Ibu. Ini merupakan jalan pintas dan cara terakhir bila seluruh cara tidak dapat dilakukan dan peserta didik tidak juga memahaminya dengan baik. Pendidik diharapkan tidak “memanjakan” peserta didiknya dengan cara terakhir ini, karena hal ini dapat berdampak negatif terhadap perkembangan kebahasaan peserta didik, seperti malas berfikir, malas mencari dalam kamus, malas berasosiasi, dan sebagainya.

0 komentar:

Posting Komentar