Jika Allah s.w.t. mengaruniakan kekayaan,
pengetahuan, status sosial yang tinggi atau kehormatan, orang cenderung mulai
memandang rendah saudaranya yang lain yang tidak memperoleh karunia tersebut.
Bila karena sifat keras kepala atau rasa permusuhan, hubungan seseorang dengan
saudaranya menjadi buruk, biasanya ia cenderung menyibukkan dirinya siang dan
malam mencari-cari kesalahan saudaranya atau mengadukannya kepada yang
berwenang dengan cerita kelemahan yang dikarang-karang agar ia bisa
menggantikan posisi saudaranya itu, padahal ia sendiri yang mempunyai kelemahan
dimaksud.
Semua itu merupakan dosa-dosa tersembunyi yang sulit
dibuang. Sifat takabur/kesombongan termasuk di dalamnya dan dimanifestasikan
dalam berbagai bentuk. Para pemuka agamapun juga ada yang menderita penyakit ini berkaitan
dengan pengetahuan yang dimilikinya. Mereka menyibukkan diri sepanjang
waktu mencari-cari kesalahan satu sama lain di bidang intelektual dengan tujuan
mempermalukan dan merendahkan yang lainnya. Sulit sekali mengenyahkan dosa-dosa
halus seperti itu padahal termasuk dosa yang tidak diampuni menurut kaidah
Ilahi.
Tidak hanya manusia awam yang terjangkiti dosa ini,
karena juga terdapat pada orang-orang yang biasa menghindari dosa-dosa umum
serta dipandang sebagai ulama, cendekiawan atau mereka yang berderajat tinggi.
Terhindarnya dari dosa-dosa tersembunyi tersebut bagaikana sejenis kematian.
Sampai seseorang lepas dari kegelapan dosa demikian maka ia tidak akan pernah
mencapai kesucian nurani dan menjadi pewaris dari segala anugerah dan keluhuran
yang dikaruniakan Allah s.w.t. kepada mereka yang telah disucikan kalbunya.
Beberapa orang menganggap dirinya telah lepas dari
keburukan akhlak demikian, tetapi ketika mereka bertemu dengan orang lainnya,
langsung saja mereka bangkit dan tidak mampu menekan perasaan memandang diri
lebih serta ketakaburan mereka dengan memperlihatkan manifestasi akhlak rendah
yang mereka kira telah mereka tinggalkan. Pada saat seperti itulah akan
terlihat bahwa mereka sebenarnya belum lepas dari dosa-dosa dimaksud dan belum
memperoleh kemaslahatan serta masih jauh dari tingkat kesucian kalbu yang
menjadi ciri dari orang-orang muttaqi.
Semua ini menunjukkan bahwa kesucian akhlak adalah
suatu hal yang sangat sulit dicapai dan tak mungkin diperoleh tanpa rahmat
Allah s.w.t. Rahmat demikian bisa diperoleh dengan tiga cara, yaitu, pertama,
berusaha dan berencana, kedua, shalat dan berdoa, dan ketiga, memelihara
silaturrahmi dengan seorang yang muttaqi. (Khutbah-khutbah, hal. 17-18).
0 komentar:
Posting Komentar