Kamis, 07 November 2013

Permasalahan Sosial di Jakarta




Stress, kriminalitas, dan kemiskinan di Jakarta.

APA PENYEBABNYA ?
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia, atau Jacatra (1619-1942), dan Djakarta (1942-1972).
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan : 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 7.552.444 jiwa (2007)[4]. Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 23 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.
Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ci Liwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ci Liwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan provinsi Banten.
Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di Teluk Jakarta. Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara kota.

Transportasi
Peta transportasi kota Jakarta
Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).
Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan 100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil, kecepatan rendah serta antrean panjang. Selain oleh warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan Rasuna Said, dan Jalan Gatot Subroto terutama pada jam-jam pulang kantor.
Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana bus PPD. Selain itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta, seperti Mayasari Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini melayani rute yang menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, dan Kampung Melayu.
Untuk angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet dan KWK, dengan rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal. Selain itu ada pula ojek, bajaj, dan bemo untuk angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan becak masih banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di Bekasi, Tangerang, dan Depok.

Transjakarta
Jalur Bus Transjakarta (Busway).
Sejak tahun 2004, Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah menghadirkan layanan transportasi umum yang dikenal dengan TransJakarta. Layanan ini menggunakan bus AC dan halte yang berada di jalur khusus. Saat ini ada delapan koridor Transjakarta yang telah beroperasi, yaitu :
Koridor 1 Blok M – Stasiun Kota
Koridor 2 Pulogadung – Harmoni
Koridor 3 Kalideres – Pasar Baru
Koridor 4 Pulogadung – Dukuh Atas
Koridor 5 Kampung Melayu – Ancol
Koridor 6 Ragunan – Latuharhary
Koridor 7 Kampung Rambutan – Kampung Melayu
Koridor 8 Lebak Bulus – Harmoni
Koridor 9 Pinang Ranti – Pluit (belum beroperasi)
Koridor 10 Cililitan – Tanjung Priok (belum beroperasi)

Kereta Listrik
Kereta api Listrik (KRL) Jabotabek
Selain bus kota, angkutan kota, dan bus Transjakarta, sarana transportasi andalan masyarakat Jakarta adalah kereta listrik atau yang biasa dikenal dengan KRL Jabotabek. Kereta listrik ini beroperasi dari pagi hari hingga malam hari, melayani masyrakat penglaju yang bertempat tinggal di seputaran Jabotabek. Ada beberapa jalur kereta listrik, yakni
Jalur Jakarta Kota – Bogor, lewat Gambir, Manggarai, Pasar Minggu, dan Depok
Jalur Jakarta Kota – Bekasi/Cikarang, lewat Pasar Senen, Jatinegara, dan Cakung
Jalur Jakarta Kota – Tangerang, lewat Angke, Cengkareng, dan Poris.
Jalur Jakarta Kota – Serpong, lewat Angke, Tanah Abang, dan Kebayoran Lama.
Jalur Tanah Abang – Bogor, lewat Sudirman, Manggarai, Pasar Minggu, dan Depok.
Jalur Tanah Abang – Bekasi, lewat Sudirman, Manggarai, Jatinegara, dan Cakung.
Jalur Tanjung Priok – Bekasi, lewat Pasar Senen, Jatinegara, dan Cakung.
Jalur Manggarai – Serpong, lewat Sudirman, Tanah Abang, Kebayoran Lama.
Jalur Lingkar, lewat Jakarta Kota, Pasar Senen, Jatinegara, Manggarai, dan Tanah Abang
Luar kota
Untuk ke kota-kota di Pulau Jawa, bisa dicapai dari Jakarta dengan jaringan jalan dan beberapa ruas jalan tol. Jalan tol terbaru adalah Jalan Tol Cipularang yang mempersingkat waktu tempuh Jakarta-Bandung menjadi sekitar 1,5 jam. Selain itu juga tersedia layanan kereta api yang berangkat dari enam stasiun pemberangkatan di Jakarta. Untuk ke pulau Sumatera, tersedia ruas jalan tol Jakarta-Merak yang kemudian dilanjutkan dengan layanan penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni. Untuk ke luar pulau dan luar negeri, Jakarta memiliki satu pelabuhan laut di Tanjung Priok dan dua bandar udara.

Bandara yang terdapat di Jakarta adalah:
Bandara Internasional Soekarno Hatta, Cengkareng Banten yang berfungsi sebagai pintu masuk utama ke Indonesia. Dari/ke bandara Soekarno Hatta, tersedia bus Damri yang mengantarkan penumpang dari/ke Gambir, Rawamangun, Blok M, Pasar Minggu, dan Kampung Rambutan.
Bandara Halim Perdanakusuma yang banyak berfungsi untuk melayani penerbangan kenegaraan.
Untuk mendukung laju mobilitas penduduk, Jakarta membangun sejumlah jalan tol yaitu Tol Dalam Kota, Tol Lingkar Luar, Tol Bandara, serta ruas tol Jakarta-Cikampek, Jakarta-Bogor-Ciawi, dan Jakarta-Merak, yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di sekitarnya. Selain itu, juga sedang dibangun ruas tol dalam kota yang menghubungkan Bekasi Utara-Cawang-Kampung Melayu. Pemerintah juga berencana membangun Tol Lingkar Luar tahap kedua yang melingkar dari Bandara Soekarno Hatta-Tangerang-Serpong-Cinere-Cimanggis-Cibitung-Tanjung Priok.
Pemda juga sedang membangun dua jalur monorel yaitu Green Line dan Blue Line, namun pembangunan monorel ini tidak berjalan lancar dan sering terhenti akibat berbagai masalah yang masih dihadapi konsorsium pembangunnya, PT Jakarta Monorail. Proyek ini diberi nama Monorel Jakarta. Pemerintah Daerah DKI Jakarta juga tengah mempersiapkan pembangunan kereta bawah tanah (subway) yang dananya diperoleh dari pinjaman lunak negara Jepang. Untuk lintasan kereta api, pemerintah sedang menyiapkan double-double track pada jalur lintasan kereta api Manggarai-Cikarang. Selain itu juga, saat ini sedang direncanakan untuk membangun jalur kereta api dari Manggarai menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng.

Kependudukan
Tahun
Jumlah penduduk
1870
65.000
1875
99.100
1880
102.900
1883
97.000
1886
100.500
1890
105.100
1895
114.600
1901
115.900
1905
138.600
1918
234.700
1920
253.800
1925
290.400
1928
311.000
1930
435.184
Tahun/Tanggal
Jumlah penduduk
1940
533.000
1945
600.000
1950
1.733.600
1959
2.814.000
31 Oktober 1961
2.906.533
24 September 1971
4.546.492
31 Oktober 1980
6.503.449
31 Oktober 1990
8.259.639
30 Juni 2000
8.384.853
1 Januari 2005
8.540.306
1 Januari 2006
7.512.323
Juni 2007
7.552.444
2010
9.588.198 *
Jumlah penduduk Jakarta sekitar 7.512.323 (2006), namun pada siang hari, angka tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok. Kota/kabupaten yang paling padat penduduknya adalah Jakarta Timur dengan 2.131.341 penduduk, sementara Kepulauan Seribu adalah kabupaten dengan paling sedikit penduduk, yaitu 19.545 jiwa.

Etnis
Berdasarkan sensus penduduk tahun 1961, tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 2,9 juta yang terdiri dari orang Sunda sebanyak 32,85%, orang Jawa-Madura (25,4%), Betawi (22,9%), Tionghoa (10,1%), Minangkabau (2,1%), Sumatera Selatan (2,1%), Batak (1,0%), Sulawesi Utara (0,7%), Melayu (0,7%), Sulawesi Selatan (0,6%), Maluku dan Irian (0,4%), Aceh (0,2%), Banjar (0,2%), Nusa Tenggara Timur (0,2%), Bali (0,1%), dan keturunan asing lainnya (0,6%).[16]
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Populasi orang Jawa melebihi suku Betawi yang terhitung sebagai penduduk asli Jakarta. Orang Jawa banyak yang berprofesi sebagai pegawai negeri, buruh pabrik, atau pembantu rumah tangga. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Mereka pada umumnya berprofesi di sektor informal, seperti pengendara ojek, calo tanah, atau pedagang asongan. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur etnis Betawi ke pinggiran kota. Tanah-tanah milik orang Betawi di daerah Kemayoran, Senayan, Kuningan, dan Tanah Abang, kini telah terjual untuk pembangunan sentral-sentral bisnis.
Disamping orang Jawa dan Betawi, orang Tionghoa yang telah hadir sejak abad ke-17, juga menjadi salah satu etnis besar di Jakarta. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah pemukiman mereka sendiri, yang biasa dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara. Namun kini banyak perumahan-perumahan baru yang mayoritas dihuni oleh orang Tionghoa, seperti perumahan di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa umumnya berprofesi sebagai pengusaha. Banyak diantara mereka yang menjadi pengusaha terkemuka, menjadi pemilik perusahaan manufaktur, perbankan, dan perdagangan ekspor-impor. Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Di pasar-pasar tradisional kota Jakarta, perdagangan grosir dan eceran banyak dikuasai oleh orang Minang. Disamping itu pula, banyak orang Minang yang sukses sebagai profesional, dokter, wartawan, dosen, bankir, dan ahli hukum.

Komposisi etnis kota Jakarta
Etnis
Persentase
Jawa
35,16%
Betawi
27,65%
Sunda
15,27%
Tionghoa
5,53%
Batak
3,61%
Minangkabau
3,18%
Melayu
1,62%
Bugis
0,59%
Madura
0,57%
Banten
0,25%
Banjar
0,10%
*data berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000

Banjir
Pembangunan tanpa kendali di wilayah hilir, penyimpangan peruntukan lahan kota, dan penurunan tanah akibat eksploitasi air oleh industri, menyebabkan turunnya kapasitas penyaluran air sistem sungai, yang menyebabkan terjadinya banjir besar di Jakarta.
Untuk memperbaiki keadaan, Jakarta membangun dua banjir kanal, yaitu Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Banjir Kanal Timur mengalihkan air dari kali Cipinang ke arah timur, melalui daerah Pondok Bambu, Pondok Kopi, Cakung, sampai Cilincing. Sedangkan Banjir Kanal Barat yang telah dibangun sejak zaman kolonial Belanda, mengaliri air melalui Karet, Tanahabang, sampai Angke. Selain itu Jakarta juga memiliki dua drainase, yaitu Cakung Drain dan Cengkareng Drain.

LALU, APA PENYEBAB STRESS, KRIMINALITAS, DAN KEMISKINAN DI JAKARTA ?
Kehidupan kaum muda yang hidup di perkotaan seperti Jakarta saat ini makin rentan terhadap stres dan beresiko terserang berbagai penyakit seperti maag, jantung, pembuluh darah, dan penyakit berbahaya lainnya.
Tingkat stres hidup di perkotaan itu sangat tinggi, stres itu ada dua, stres pikiran dan stres tubuh.

Tata Ruang di Jakarta juga menjadi pemicu stress.
JAKARTA, KOMPAS.com – Sebagai kota metropolitan, Jakarta memiliki banyak masalah. Sebutlah banjir di musim hujan, krisis air tanah yang makin mengkhawatirkan, polusi udara yang tinggi, kemacetan lalu lintas, serta melonjaknya kaum urban di Jakarta. Dengan segala masalah ini, warga Jakarta lebih rentan terkena stres.
Stres menjadi salah satu gangguan kejiwaan yang sering dialami warga Jakarta. Berdasarkan riset dari Strategic Indonesia yang diungkapkan dalam talkshow “Carut Marut Kota Jakarta, Picu Tingkat Stres“, dari total jumlah pasien puskesmas se-Jakarta tahun 2007, warga Jakarta yang mendapat perawatan akibat stres mencapai sekitar 1,4 juta jiwa.
“Gejala tersebut bervariasi dari stres hingga berkembang jadi gangguan kejiwaan ringan sampai berat,” ujar Dr Ratna Mardiyati, SpKj, direktur Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan yang menjadi pembicara dalam talkshow, Kamis (1/10).
Bila dirunut lebih jauh, penyebab stres ini antara lain berakar pada carut marutnya tata ruang di Jakarta. Masalah lingkungan dan tata ruang kota yang tidak terbenahi memperburuk tingkat stres.
Menurut Firdaus Cahyadi, pengamat lingkungan hidup dari Satu Dunia, tata ruang kota Jakarta yang diatur dalam PerDa Jakarta No. 6 Tahun 1999 menjadikan Jakarta sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pemerintahan. Segala aktivitas ekonomi menuntut pemerintah untuk terus membangun kota Jakarta sebagai kawasan komersial.
“Berbagai kawasan komersial dan pusat perbelanjaan dibangun tanpa mempertimbangkan keseimbangan tata ruang kota Jakarta. Kawasan resapan air dan ruang terbuka hijau semakin sempit,” papar Firdaus dalam acara yang sama. “Rencana Induk Jakarta 1965-1985 yang memperuntukkan kawasan seluas 729 hektare sebagai lapangan hijau, kini diubah menjadi pusat perbelanjaan dan perkantoran di daerah Senayan.”
Akibat dari pembangunan tersebut, unsur-unsur penghasil oksigen berkurang, sehingga menjadikan masyarakat lebih sensitif dan mudah emosional. Masyarakat juga tidak mendapatkan ruang untuk bersantai dan bersosial, sehingga tak mengherankan gangguan kejiwaan makin meningkat.

0 komentar:

Posting Komentar